•  

logo


Kementan Imbau Peternak Agar Optimalkan 'Asuransi Ternak Sapi'

Peternak dapat menghubungi Dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di daerahnya untuk mendapatkan fasilitas ini

24 Januari 2017 12:45 WIB

Sapi yang berada di tempat penampungan sapi milik UPTD-RPH Dinas Pertanian dan Perikanan Pemkot Depok.
Sapi yang berada di tempat penampungan sapi milik UPTD-RPH Dinas Pertanian dan Perikanan Pemkot Depok. JITUNEWS/Latiko A.D

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Dalam upaya meminimalisasi resiko yang dapat terjadi pada usaha peternakan sapi, dan sebagai amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Peternak, maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) mengupayakan adanya Asuransi Ternak.

Hasil upaya ini diawali dengan telah diterbitkannya Izin produk dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor S-578/NB.11/2013 Tanggal Februari 2013 tentang Penunjukan Konsorsium ATS (Asuransi Ternak Sapi) untuk memasarkan produk ATS di Indonesia. Sejak 2013, ATS sudah mulai dimanfaatkan oleh peternak dengan premi 2%, dengan sumber premi dari swadaya, CSR dan APBD terutama di Provinsi Bali.

Seperti diketahui, usaha peternakan sapi ini mempunyai beragam resiko, antara lain kematian ternak akibat penyakit, beranak, dan kecelakaan, serta resiko kehilangan. Resiko ini tentu saja mengakibatkan kerugian dan mengancam keberlanjutan usaha, apalagi untuk peternak skala kecil yang terbatas permodalannya.


Ditjen PKH Susun Road Map Strategi Antisipasi AMR

Untuk itu, Kementan menetapkan fasilitasi asuransi pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/SR.230/7/2015, termasuk di dalamnya asuransi untuk ternak sapi, dan pada tahun 2016 ditetapkan pemberian bantuan premi asuransi usaha ternak sapi (AUTS) berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 56/Kpts/SR.230/B/06/2016.

Bantuan ini diberikan terutama untuk peternak skala kecil, dengan kriteria teknis untuk sapi betina umur minimal satu tahun pada usaha pembiakan sapi. Bantuan premi diberikan sebesar 80% dari premi yang harus dibayar peternak sebesar Rp 200.000, sehingga peternak hanya membayar 20% atau Rp 40.000 untuk masa pertanggungan satu tahun dengan uang pertanggungan Rp 10 Juta bila terjadi resiko yang ditanggung, yaitu kematian ternak akibat penyakit, beranak dan kecelakaan, serta kehilangan.

ATS disambut baik oleh peternak, sampai akhir November 2016 fasilitasi bantuan premi telah terealisasi untuk 20.000 ekor sapi, dan sampai saat ini masih dibuka pendaftaran untuk AUTS ini. Peternak dapat menghubungi Dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di daerahnya untuk mendapatkan fasilitas ini. Dan bagi peternak yang ingin mengasuransikan secara swadaya dapat menghubungi perusahaan asuransi, seperti Jasindo dan Asuransi Raya.

Dari pengalaman peternak, bila terjadi kematian dan kehilangan dapat diklaim dengan mudah dan dibayarkan uang pertanggungannya oleh perusahaan asuransi sesuai perjanjian pada polis.

Ditjen PKH berharap agar ke depan dengan berkembangnya AUTS ini dan sistem pencatatan ternak (recording) oleh peternak, serta pemberian kartu/sertifikat ternak oleh Dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan akan memungkinkan bagi peternak untuk dapat memanfaatkan ternaknya sebagai agunan, terutama untuk mendapatkan akses pembiayaan, sehingga peternak tidak harus menjual ternaknya bila membutuhkan uang. Hal ini juga akan berkontribusi dalam pengurangan pemotongan betina produktif yang selama ini masih menjadi kendala dalam upaya peningkatan populasi sapi di Indonesia.

Selain itu diharapkan ke depannya, jangkauan asuransi ternak dapat diperluas untuk jenis ternak lainnya seperti kerbau dan kambing. Hal ini bertujuan selain untuk terjaminnya keberlangsungan usaha juga agar usaha peternakan rakyat bankable karena ternaknya diasuransikan dan mempunyai sertifikat ternak, sehingga dapat digunakan sebagai agunan.

Dalam usaha pembiakan sapi, sapi betina merupakan mesin produksi pedet sebagai calon bakalan dan betina produktif atau pejantan unggul. Untuk itu, diharapkan dukungan Kementerian Keuangan dalam skema pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik usaha pembiakan sapi, dan pada Standar Akuntansi agar sapi betina produktif dimasukkan dalam kriteria investasi.

Diketahui, skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ada sekarang belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk usaha pembiakan sapi dikarenakan bunga yang masih relatif tinggi, yaitu 9% dan tidak adanya grace periode.

Sementara karakteristik usaha pembiakan sapi baru berjalan dan menguntungkan apabila grace periode 3 tahun dan bunga 3-4%. Sedangkan untuk sapi betina produktif dimasukkan kriteria Standar Akuntansi sebagai investasi. Hal ini terkait dengan fasilitas pengurangan pajak (tax allowance) yang merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Jokowi-JK dalam upaya peningkatan investasi sub sektor peternakan khususnya usaha sapi potong.

 

Tingkatkan Kapasitas Layanan Veteriner, Ditjen PKH Selenggarakan Pelatihan IVL

Halaman: 
Penulis : Riana