BerAKHLAK Tapi Korupsi
Presiden Jokowi meluncurkan Akronim BerAKHLAK sebagai nilai inti (core values) yang menjadi fondasi pelayanan yang harus dilakukan oleh Aparat Sipil Negara
15 Februari 2023 10:03 WIB

Dosen Magister Ilmu Politik (MIPOL), FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Sri Yunanto | Ist |
Di kantor-kantor pemerintahan banyak terlihat moto yang disingkat berAKHLAK yang merupakan singkatan dari Amanah, Kompten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif. Motto Akronim dipampang diberbagai tempat seperti Spanduk, Videotron dan lain-lain.
Nilai-nilai ini awalnya diangkat oleh Kementeria Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dijadikan nilai dasar organisasi yang wajib dipengang oleh seluruh karyawan BUMN dalam menjalankan bisninya. Nilai dasar yang tentunya baik ini diharapkan menjadi pedoman perilaku karyawan BUMN dimanapun mereka berada; di kantor, dirumah maupun ditengah masyarakat. AKHLAK juga dipercaya sebagai nilai yang akan mendasari trasnformasi Sumber Daya Manusia BUMN.
Pada bulan Juni 2021 Presiden Jokowi meluncurkan Akronim BerAKHLAK ini sebagai nilai inti (core values) yang menjadi fondasi pelayanan yang harus dilakukan oleh Aparat Sipil Negara. BerAKHLAK dalam versi ASN sedikit berbeda dengan AKHLAK versi BUMN. Dalam versi ASN AKHLAK merupakan singkatan ( akronim) dari Akuntabel Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.
Indonesia dalam Situasi yang Genting ?
Dalam sebuah buku panduan yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Prinsip Akuntabilitas dijbararkan menjadi sikap-sikap untuk melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat disiplin, berintegritas tinggi, menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif dan efisien dan tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan. Perwujudan perilaku Akuntabel bagi Aparat Sipil Nasional (ASN) diwujudkan dengan menolak segala bentuk gratifikasi, korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN).
Istilah Akhlak dalam ajaran Islam dikaitkan dengan sifat-sifat baik yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Sifat baik, atau berakhlak baik itu bisa mempunyai banyak dimensi; dimensi kepada Allah, dimensi kepada diri-sendiri dan dimensi kepada orang lain. Salah satu indicator Akhlak yang baik dalam ajaran Islam adalah adalah kejujuruan. Bahkan akhlak baik yang salah satu bentuknya adalah kejujuran merupakan jalan menuju surga.
Istilah Akhlak juga sering didengungkan oleh para Muballigh DAI untuk menjukkan perilaku yang baik. Penggunaan Akronim AKHLAK tentu bukannya tanpa tujuan mulia. Selain mengingatkan ASN dengan prinsip-prinsip majanajemen modern; Akuntabilitas, Kompetensi, Harmonisasi, Loyalitas, Adaptasi, dan Kolaborasi, penggunaan istilah ini juga dimasukkan untuk menjadikan pesan seprititualis agama sebagai pedoman dalam melayani publik.
Penggunaan motto beAKHLAK barangkali bertujuan untuk menggunakan substansi makna yang mengandung kejujuran untuk memberi peringatan spiritual kepada para ASN agar dalam tindak-tanduknya sejalan dengan moralitas keagamaan yang dicocok-cocokkan dengan prinsip manajemen modern.
Pencocokan ini secara ideal masuk akal, karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, berlandaskan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya prinsip-prinsip ketuhanan seperti berakhlak dengan baik harus dijadikan pedoman spiritual utamanya bagi seluruh ASN dan bangsa Indonesia
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menurun
Pada hari Selasa tanggal 3 Januari 2023, Transparansi Internasional Indonesia (TII) meluncurkan data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 yang mengalami penurunan 4 digit atau dari 38 pada tahun 2021 menjadi 34.
Sejak 1995 atau dua tahun sebelum reformasi, penurunan ini sangat drastis. Posisi Indonesia ini sejajar dengan negara-negara Bosnia-Herzegovina, Gambia, Malawi, Nepal, dan Sierra Leone dan lebih buruk dari negara-negara Asia Tenggara, misalnya Malaysia dan Vietnam dan bahkan Timor Leste.
Indonesia berada pada posisi 110 dari 180 negara yang disurvey. Menurut Deputi TII menurunnya IPK ini terkait dengan pemberian kemudahan kebijakan investasi dari pemerintah Indonesia, masih maraknya korupsi politik dan belum efektifnya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Sementara Presiden Jokowi mengakui Penurunan IPK dan akan dijadikan sebagai alat koreksi untuk perbaikan selanjutnya, Wakil presiden KH Makruf Amien baru akan melakukan penelitian dan mempelajari sebab-sebab terjadinya, mengapa terjadi penurunan. Sementara itu tokoh-tokoh yang lain masih berdalih bahwa penurunan Indeks ini hanyalah sebagai persepsi yang menjadi alat indicator, yang kesesuaian dengan realiats masih harus diuji.
Saya pribadi berpendapat bahwa kinerja pemberantasan korupsi dari segala jenisnya masih kurang baik. Terlepas dari menurunnya IPK, didepan mata terlihat pejabat, menteri anggota kabinet, Dirjen, staf-staf dibawahnya, Gubernur, Bupati, walikota, anggota DPR, bahkan seorang Hakim Agung yang terdiuga, tersangka hingga terbukti melakukan korupsi.
Mungkin bahasa yang labih terus terang, bukan hanya IPK nya menurun, tetapi praktek korupsi sudah sampai pada level darurat. Korupsi bukan hanya merupakan pelanggaran hukum. Secara politik ekonomi, praktek korupsi juga merugikan seluruh komponen bangsa ini. Menteri Polhukam Mahfud MD bahkan secara fasih, menggambarkan terjadinya industri hukum di Indonesia.
Saya melihat lebih dalam bahwa dalam industry hukum ini menggunakan bensin kotor yang bernama korupsi, gratifikasi, suap, dan Pungli. Statemen Menko Polhukam itu dikuatkan oleh survey TII yang menunjukkan penurunan IPK Indonesia. Pemerintah dan bangsa Indonesia seharusnya berterima kasih kepada TII yang telah membantu dengan memberikan penjelasan tentang kondisi korupsi di Indonesi.
Sudah banyak penjelasan bahwa praktek korupsi itu bertentangan dengan hukum, budaya, dan moralitas. Selain itu, praktek korupsi juga bertantangan dengan upaya menarik investasi ke Indonesia, karena korupsi sebagai praktek kotor menurunkan kepercayaan investor kepada pemerintah Indonesia. Praktek korupsi juga meningkatkan baeaya yang ditimbulkan dan membuat investasi mahal, tidak efisien dan tidak kompetitif.
BerAKHLAK untuk memberantas Korupsi
Penurunan IPK pada tahun 2022 ini memang merupakan fenomena yang ironis. Hal ini karena terjadi hanya satu tahun setelah Presiden Jokowi meluncurkan moto BerAKHLAK. Salah satu substansi penting dari makna akronim AKHLAK dalam definisi manajemen modern dan dalam ajaran Islam adalah kejujuran dalam fungsi pelayanan public. Praktek korupsi adalah penghianatan terhadap prinsip kejujuran yang diajarkan dalam manajemen modern dan dalam agama apapun.
Kita kemudian bertanya, lalu apa hasilnya implementasi Motto AKHLAK ini bagi implementasi pelayanan publik, sementara prestasi pemberantasan korupsi kita memburuk? Apakah prinsip moralitas AKHLAK ini tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi bangsa Indonesia yang agamis dan berlandaskan sila “Ketuhunanan yang Maha Esa”?
Apakah, seluruh komponen ASN tidak berdaya, tidak mau menjalankan AKHLAK yang baik sehingga korupsi masih marak? Ataukah kita sepenuhnya menyadari bahwa BerAKHLAK ini hanya slogan, berpantas-pantas, sementara dalam realitas implementasi manajemen publik kita menabrak prinsip ber AKHLAK ini?
Dalam pemberitaan disebutkan bahwa bangsa Indonesia yang agamis ini akan menjadi salah satudari 10 kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2040. Untuk mencapai derajat ini perlu didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang kuat secara fisik, moralitas, dan profesionalits. Memburuknya korupsi indicator lemahnya moralitas SDM bangsa ini yang menghambat bangsa Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh negara yang ekonominya kuat.
Penulis: Dr. Sri Yunanto
Dosen Magister Ilmu Politik (MIPOL), FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta