•  

logo


Antisipasi Bencana Nuklir, WHO Minta Negara-negara Siapkan Obat-obatan Anti-Radiasi

WHO meminta negara-negara untuk menyiapkan obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengobati paparan bahan radioaktif

29 Januari 2023 04:18 WIB

Ilustrasi tanda peringatan bahaya radiasi
Ilustrasi tanda peringatan bahaya radiasi tangkapan layar Twitter

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Meningkatnya potensi terjadinya bencana nuklir dalam konflik Rusia-Ukraina, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, pada Jumat (27/1) memperbarui daftar obat-obatan yang disarankan untuk mengobati paparan radioaktif dan dalam keadaan darurat nuklir.

Menurut Dr Maria Neira, penjabat asisten direktur jenderal WHO, sangat penting bagi negara-negara untuk memiliki “persediaan obat penyelamat jiwa yang akan mengurangi risiko dan mengobati cedera akibat radiasi.”

“Dalam keadaan darurat radiasi, orang dapat terpapar radiasi pada dosis mulai dari yang dapat diabaikan hingga yang mengancam jiwa. Pemerintah perlu menyediakan perawatan bagi mereka yang membutuhkan dengan cepat,” kata Neira, dikutip Jitunews dari Sputniknews.


Deklarasikan Perang Melawan Rusia, Annalena Baerbock Dinilai Tak Pantas jadi Menlu Jerman

Menurutnya, perawatan ini "mencegah atau mengurangi paparan radiasi" dan juga digunakan untuk perawatan jika paparan tersebut terjadi.

Menurut WHO, banyak negara tidak memiliki kesiapan esensial untuk keadaan darurat. Di antara "skenario potensial" untuk keadaan darurat tersebut adalah kecelakaan di pembangkit listrik tenaga nuklir, fasilitas medis atau penelitian, atau penggunaan bahan tersebut secara sengaja dengan niat jahat.

Sebelumnya, Komisi Eropa pada pertengahan bulan ini mengumumkan bahwa mereka akan menyiapkan cadangan peralatan dan pasokan strategis pertama untuk menanggapi potensi terjadinya insiden atau bencana yang disebabkan oleh senjata kimia atau senjata nuklir. Timbunan pasokan tersebut akan ditempatkan di wilayah Finlandia, sehingga mudah dijangkau dari negara-negara Baltik.

Komisaris Eropa untuk Manajemen Krisis Janez Lenarcic mengatakan bahwa konflik di Ukraina "mengkonfirmasi perlunya" untuk menyiapkan persediaan, yang "akan memberi Uni Eropa jaring pengaman yang signifikan yang memungkinkan mereka melakukan respons cepat dan terkoordinasi di tingkat Uni Eropa."

Penimbunan itu akan mencakup penanggulangan medis kritis, termasuk vaksin dan penawar racun, peralatan medis, serta peralatan tanggap lapangan yang diperlukan untuk menanggapi "kecelakaan biologis, radiologis, dan nuklir" seperti baju hazmat, dan lain-lain.

Secara teori, fasilitas harus dapat mengirim pasokan paling lama 12 jam setelah negara anggota terkena dampak dari insiden kimia atau nuklir. Uni Eropa juga telah menyetujui anggaran senilai 242 juta Euro untuk mendanai program tersebut, yang bertujuan agar cadangan siap digunakan pada tahun 2024.

Retorika penggunaan senjata nuklir muncul usai terjadinya konflik Rusia-Ukraina. Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, pada Kamis (19/1) memperingatkan kepada NATO bahwa kekalahan Rusia di Ukraina dapat memicu terjadinya perang nuklir.

“Tidak satu pun dari orang bodoh itu yang tampaknya mau mengambil langkah logis berikutnya: kekalahan kekuatan nuklir dalam perang konvensional dapat memicu dimulainya perang nuklir. Kekuatan nuklir tidak pernah kalah dalam konflik besar yang menjadi sandaran nasib mereka,” kata Medvedev, yang kini menjabat sebagai wakil ketua dewan keamanan Rusia, dalam sebuah posting di Telegram.

Menurut doktrin militer Rusia, penggunaan senjata pemusnah massal semacam itu diizinkan, baik sebagai pembalasan atas serangan terhadap Rusia atau sekutunya dengan senjata pemusnah massal, atau selama konflik konvensional yang menempatkan kenegaraan Rusia dalam risiko yang signifikan.

Buntut Aksi Pembakaran Al Qur'an, Swedia Diminta Tetap Jalin Kontak dengan Negara-negara Muslim

Halaman: 
Penulis : Tino Aditia