Ekonomi Eropa Diprediksi Alami Penyusutan Tahun Ini
Sejumlah pakar memprediksi negara-negara di Eropa akan mengalami krisis ekonomi tahun ini
2 Januari 2023 12:10 WIB

Ilustrasi | istimewa |
JAKARTA, JITUNEWS.COM - Sejumlah pakar memprediksi perekonomian di negara-negara Eropa bakal mengalami penyusutan pada tahun 2023 ini karena tingginya level inflasi dan potensi krisis energi. Selain itu, zona Euro sudah berada dalam situasi resesi, dan produk domestik bruto juga akan berkontraksi sepanjang tahun ini.
Dilansir dari Sputniknews, ekonom Morgan Stanley, Chiara Zangarelli, mengklaim bahwa “pasar gas di Eropa tetap menjadi risiko utama” seraya menambahkan bahwa gangguan pasokan tambahan, atau krisis energi di musim dingin, dapat menyebabkan ketegangan baru dan memicu kenaikan harga.
Meskipun anggota Uni Eropa berhasil menurunkan ketergantungan mereka pada impor gas Rusia dan beralih ke sumber energi alternatif, namun para ekonom telah memperingatkan bahwa tanpa pasokan Rusia, akan jauh lebih sulit untuk mengisi ulang fasilitas penyimpanan gas Eropa di periode musim dingin berikutnya.
Turki Setuju Tarik Pasukan dari Suriah Utara
Carsten Brzeski, kepala penelitian makro di ING Bank, memperingatkan bahwa "Tingkat penyimpanan gas sekarang turun dengan cepat," dan bahwa "Masih ada risiko krisis pasokan energi musim dingin ini."
“Selain itu, musim dingin mendatang akan lebih menantang lagi,” lanjutnya.
Beberapa pekan sebelumnya, sejumlah media Amerika Serikat juga melaporkan bahwa harga komoditas energi di Eropa akan mengalami peningkatan yang signifikan, di tengah operasi militer khusus Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina. Media juga memprediksi jika "krisis terdalam dalam beberapa dekade akan segera dimulai."
Seperti diketahui, negara-negara Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat mulai memberlakukan rentetan kebijakan sanksi terhadap Rusia, tak lama setelah Moskow melancarkan operasi khususnya di Ukraina pada 24 Februari 2022 kemarin. Pada Desember 2022, Uni Eropa dan G7 untuk menetapkan batas harga pada komoditas minyak Rusia dengan harga $60 per barel.
Pembatasan tersebut tentunya diperkirakan mengganggu rantai pasokan di seluruh dunia dan memperburuk masalah pasar energi yang sedang berlangsung, yang pada gilirannya menyebabkan melonjaknya harga minyak.
Lebih lanjut, kebijakan itu juga berpotensi memicu krisis energi di Eropa, meningkatnya biaya hidup dan inflasi yang mencapai rekor tertinggi, serta mengancam kelangsungan hidup sektor industri di wilayah tersebut.
Penulis | : | Tino Aditia |