•  

logo


Tangguhkan Perundingan NEW START, Rusia Bakal Fokus Tingkatkan Kemampuan Senjata Nuklirnya Tahun Depan

Menhan Rusia menyatakan bahwa pihaknya akan fokus pada peningkatan kemampuan nuklirnya pada tahun 2023 mendatang

1 Desember 2022 16:37 WIB

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu istimewa

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu pada Rabu (30/11) menyatakan bahwa pihaknya akan fokus pada pembangunan infrastruktur kekuatan nuklirnya pada tahun 2023 mendatang. Ia menambahkan bahwa Rusia juga akan berusaha meningkatkan kemampuan rudal nuklirnya dan kini sedang membangun fasilitas untuk mengakomodasi sistem misil baru.

Tercatat, Rusia memiliki persediaan senjata nuklir terbesar di dunia, dengan hampir 6.000 hulu ledak.

Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin sudah mengatakan bahwa Rusia akan melindungi beberapa wilayah bekas Ukraina, diantaranya Donetsk, Lugansk, Zaporozhye dan Kherson, dari serangan musuh. Putin menambahkan bahwa pihaknya tidak akan segan menggunakan semua cara yang tersedia, termasuk penggunaan senjata nuklir, untuk melindungi wilayah-wilayah itu.


Rayakan Kekalahan Timnas Iran, Suporter Ditembak Mati oleh Petugas Keamanan

Pernyataan Putin tersebut memicu protes keras dari Amerika Serikat. Washington juga memperingatkan Rusia tentang bahaya penggunaan senjata nuklir.

Pada pekan ini, AS dan Rusia rencananya menggelar pembicaraan di Mesir untuk membahas soal perpanjangan perjanjian NEW START, sebuah kesepakatan bilateral yang membatasi jumlah senjata nuklir kedua negara.

Namun, Rusia memutuskan untuk membatalkannya. Mereka menuduh Amerika Serikat sudah melakukan perilaku "toxic" anti-Rusia dan mencoba memanipulasi perjanjian itu untuk keuntungannya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Zakharova menyatakan bahwa keputusan Rusia untuk menunda pembicaraan senjata nuklir dengan AS itu didorong oleh hubungan kedua negara yang semakin memburuk.

Bahkan, sejumlah media melaporkan bahwa hubungan antara Washington dan Moskow saat ini berada di titik terendahnya selama 60 tahun terakhir, setelah Rusia memulai operasi militernya di Ukraina. Negara-negara Barat menganggap apa yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina tersebut merupakan invasi.

Negara-negara Barat kemudian memutuskan untuk menjatuhkan sanksi yang bertujuan untuk melemahkan perekonomian Rusia, dan mengirimkan bantuan militer serta finansial kepada Ukraina.

"Di semua wilayah, kami mencatat tingkat toksisitas dan permusuhan tertinggi dari Washington," kata Zakharova.

"Sebagai bagian dari perang hibrida habis-habisan yang dilancarkan terhadap kita, hampir setiap langkah AS menuju Rusia tunduk pada keinginan untuk sedapat mungkin menyakiti negara kita," pungkasnya.

 

Militer Rusia dan China Gelar Patroli Gabungan, Jepang Ketar-ketir

Halaman: 
Penulis : Tino Aditia