China Masih Berlakukan Lockdown Ketat terkait Covid, Pakar Kesehatan AS: Sangat Parah dan Agak Kejam
Pakar kesehatan AS menilai kebijakan lockdown yang diterapkan oleh pemerintah China tidak efektif mencegah penyebaran Covid-19
29 November 2022 17:30 WIB

Pakar penyakit menular AS Dr. Anthony Fauci | istimewa |
JAKARTA, JITUNEWS.COM - Kepala penasihat kesehatan Gedung Putih, Dr. Anthony Fauci, telah mengkritik China karena menolak memberikan vaksin Covid-19 buatan negara-negara Barat kepada warganya, sambil terus memberlakukan kebijakan lockdown melalui kebijakan Zero Covid.
“Pendekatan mereka (pemerintah China) sangat, sangat parah dan agak kejam dalam jenis penutupan tanpa tujuan yang jelas,” kata Fauci pada hari Minggu (27/11) dalam wawancara dengan NBC News.
Belakangan ini, protes anti-lockdown telah mengguncang beberapa kota di China termasuk Shanghai, Wuhan, dan Beijing. Aksi tersebut diduga dipicu oleh kebakaran blok apartemen yang mematikan di Urumqi, dimana pengunjuk rasa menyalahkan pembatasan Covid telah menghambat upaya penyelamatan.
NATO Sebut Vladimir Putin Jadikan Musim Dingin sebagai Senjata Melawan Ukraina
"Tampaknya di China, itu merupakan lockdown yang sangat, sangat ketat, luar biasa, di mana Anda mengunci orang di dalam rumah, tetapi tampaknya tidak ada akhir dari itu," kata Fauci.
Menurut Fauci, kebijakan lodown tersebut sudah tidak efektif lagi mengingat tidak terlalu berdampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat.
“Mereka melakukan locdown yang berkepanjangan tanpa tujuan atau akhir yang terlihat, yang benar-benar tidak masuk akal bagi kesehatan masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China berulang kali menyatakan bahwa “kebijakan dinamis Zero-Covid” memang “tidak ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi Covid-19.”
Sebaliknya, “ini bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus dengan biaya serendah mungkin dalam waktu sesingkat mungkin.”
Menurut penghitungan resmi, pemerintah China telah mencatat 9,5 juta infeksi dan 30.000 kematian, sementara AS telah menghitung lebih dari 97 juta kasus dan hampir 1,1 juta kematian. Perbedaan jumlah tersebut tentu saja tak lepas dari kebijakan yang diterapkan oleh kedua negara dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19.
Penulis | : | Tino Aditia |