•  

logo


Sering Paksakan Aturan kepada Negara Lain, China Sebut NATO Sudah Kelewat Batas

Jubir Kemenlu China meminta NATO untuk tidak mengintervensi isu-isu yang tidak berkaitan dengan sektor pertahanan

23 November 2022 23:05 WIB

Juru bicara Kemenlu China, Zhao Lijian
Juru bicara Kemenlu China, Zhao Lijian Sputniknews

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian, pada Rabu (23/11) mengatakan bahwa NATO harus tetap berada dalam batas-batas geografisnya dan tidak melampaui otoritas aliansi dengan memaksakan aturannya sendiri pada negara-negara lain, seperti yang telah mereka upayakan sejak akhir Perang Dingin.

Pada hari Senin, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa Beijing berusaha untuk memperkuat kontrolnya atas infrastruktur kritis, rantai pasokan, dan sektor industri utama negara-negara Barat. Stoltenberg menambahkan bahwa negara-negara yang diduga otoriter, salah satunya China, harus dicegah dan tidak bisa memanfaatkan kelemahan Barat untuk melakukan kegiatan subversif.

“NATO telah memperluas klausul pertahanan kolektifnya ke domain dunia maya dan luar angkasa, yang harus ditangani oleh PBB dan lembaga internasional khusus. NATO juga telah meningkatkan intervensi di berbagai domain sipil termasuk perubahan iklim, infrastruktur, inovasi teknologi , rantai pasokan, kesehatan dan energi. Sebagai organisasi regional, NATO harus tetap berada dalam parameter geografisnya dan tidak berusaha memaksakan aturan yang sesuai dengan dirinya sendiri atau berusaha mendorong atau bahkan melewati batas," kata diplomat China itu dalam konferensi pers, dikutip Sputniknews.


Indonesia Jadi Ketua ASEAN 2023, Dubes Rusia: Negara yang Sangat Berpengaruh

Zhao juga menolak tuduhan Stoltenberg dengan mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah menjalin kerja sama yang positif dan setara dengan negara dan perusahaan di berbagai kawasan, termasuk dengan sejumlah negara anggota NATO. Menurut Zhao, interaksi seperti itu bermanfaat bagi semua pihak.

Zhao juga menilai upaya membawa perbedaan ideologis dan menarik garis pemisah dalam kerja sama ekonomi tidak hanya akan merugikan kepentingan bersama masyarakat internasional, tetapi juga akan menjadi "bumerang".

Anggota Kongres AS Peringatkan Soal Bahaya Teknologi Artificial Intelligence, Lebih Buruk daripada Nuklir

Halaman: 
Penulis : Tino Aditia