Bersiap Hadapi Invasi China, Presiden Taiwan: Ini Bisa Terjadi
Presiden Taiwan mengatakan bahwa negaranya harus siap menghadapi invasi China
9 November 2022 20:03 WIB

Presiden Taiwan Tsai Ing Wen | Al Jazeera |
JAKARTA, JITUNEWS.COM - Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, pada Senin (7/11) mengatakan bahwa ada "ancaman nyata" dari invasi China.
Beijing telah bersikeras menegaskan bahwa mereka akan berusaha untuk mengintegrasikan kembali Taiwan dengan China Daratan secara damai, tetapi jika konflik pecah, Tsai akan mencari bantuan dari negara-negara Barat.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ben Rhodes, penulis pidato Barack Obama dan Deputi Penasihat Keamanan Nasional, yang dirilis oleh The Atlantic, Tsai mengatakan bahwa “kita perlu mempersiapkan diri” untuk kemungkinan invasi dari China.
Terancam Sanksi, Ekspor Minyak Mentah Rusia Justru Alami Peningkatan
“Memang nyata bahwa hal ini bisa terjadi pada kita,” lanjutnya.
“Ada ancaman nyata di luar sana. Itu bukan hype,” tambahnya.
Presiden Tsai Ing-wen pada tahun ini sudah meningkatkan anggaran untuk sektor pertahanan Taiwan untuk tahun 2023 mendatang sebesar $19 miliar. Peningkatan anggaran pertahanan ini bertujuan untuk meningkatkan persiapan tempur militer Taiwan dalam menghadapi kemungkinan serangan militer China.
“Jika [Tentara Pembebasan Rakyat] ingin melakukan sesuatu yang drastis, [Presiden China] Xi harus mempertimbangkan biayanya,” kata Tsai.
"Dia (Xi Jinping) harus berpikir dua kali (untuk menyerang Taiwan)," lanjutnya.
Selain meningkatkan anggaran sektor pertahanan, Taipei pada September 2022 kemarin juga sudah mendapat lampu hijau dari Washington untuk membeli senjata AS yang bernilai miliaran dolar. Meski begitu, Tsai mengatakan bahwa pihaknya masih membutuhkan uluran tangan dari negara-negara Barat, terutama untuk membiayai militer Taiwan seperti yang saat ini dilakukan oleh sekutu NATO kepada pasukan Ukraina.
“Negara-negara Barat, khususnya AS, membantu Ukraina. Apa yang kita lihat dari perang Ukraina adalah negara-negara Barat berkumpul dan membantu Ukraina untuk berperang,” kata Tsai.
Sebelumnya, dalam pidato pembukaan kongres partai ke-20 Partai Komunis di Beijing pada Minggu (16/10), Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa China tidak akan pernah melepaskan hak untuk menggunakan kekuatan militernya untuk reunifikasi Taiwan-China. Hanya saja, ia mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha mencapai untuk resolusi damai.
Xi mengatakan bahwa China selalu "menghormati, memperhatikan" rakyat Taiwan dan berkomitmen untuk mempromosikan pertukaran ekonomi dan budaya di seluruh Selat Taiwan.
"Menyelesaikan masalah Taiwan adalah urusan rakyat China sendiri, dan terserah rakyat China untuk memutuskan," katanya, dikutip Reuters.
"Kami bersikeras berjuang untuk prospek reunifikasi damai dengan ketulusan terbesar dan upaya terbaik, tetapi kami tidak akan pernah berjanji untuk menghentikan penggunaan kekuatan militer dan mencadangkan opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan."
"Opsi itu ditujukan untuk mengatasi "campur tangan" kekuatan eksternal dan "sejumlah kecil" pendukung kemerdekaan Taiwan daripada sebagian besar rakyat Taiwan," kata Xi.
"Roda sejarah reunifikasi nasional dan peremajaan nasional sedang bergulir ke depan, dan reunifikasi penuh ibu pertiwi harus dicapai, dan itu harus dicapai!" tegasnya.
Seperti diketahui, Taiwan sudah membentuk pemerintahan sendiri setelah pasukan nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek melarikan diri ke pulau itu pada tahun 1949, setelah mereka kalah perang saudara dari Komunis.
Meski begitu, kemerdekaan Taiwan sejauh ini belum diakui oleh China. Dalam kebijakan 'Satu China', Taiwan juga masih dianggap sebagai salah satu provinsi China, yang suatu saat akan kembali bersatu dengan China Daratan.
Pemerintah AS telah secara resmi mengakui kedaulatan China atas Taiwan sejak tahun 1970-an, tetapi hingga saat ini mereka masih mempertahankan hubungan non-formal dengan Taiwan.
Pada beberapa kesempatan, Presiden Joe Biden maupun pejabat tinggi AS juga telah berjanji bahwa militer Amerika akan membantu Taiwan untuk menghalau serangan militer China.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat akan melakukan segala daya dan upaya untuk memastikan bahwa Taiwan dapat menahan serangan China.
“Ketika menyangkut (keamanan) Taiwan sendiri, kami bertekad untuk memastikan bahwa Taiwan memiliki semua sarana yang diperlukan untuk mempertahankan diri dari segala potensi agresi, termasuk tindakan sepihak oleh China untuk mengganggu status quo yang telah ada selama beberapa dekade,” kata Blinken dalam kesaksiannya kepada Komite Senat Hubungan Luar Negeri, pada bulan April kemarin.
Pada kesempatan itu, Blinken juga mencatat bahwa AS telah mengijinkan penjualan senjata dari pihak ketiga ke Taiwan senilai hampir $20 miliar dan $2,5 miliar penjualan komersial langsung ke Taiwan sejak tahun 2017.
“Kami telah mempercepat transfer pihak ketiga ke Taiwan,” tambahnya.
“Kami telah mendukung kemampuan pertahanan industri dalam negeri. Dan kami fokus untuk membantu mereka berpikir tentang bagaimana memperkuat kemampuan asimetris, sekali lagi sebagai tindakan pencegahan,” lanjut Blinken.
Tingkatkan Kerjasama Energi dengan Rusia, India: Menguntungkan
Penulis | : | Tino Aditia |