•  

logo


Wacana Penundaan Pemilu Timbulkan Kegaduhan, Elit Politik Diminta Perbaiki Pola KomunikasI

Masalah ini harus menjadi concern para Doktor Ilmu Komunikasi untuk ikut memberikan sumbangan saran dan pemikiran kepada para pemegang kebijakan

16 Maret 2022 20:53 WIB

Surya Paloh dan Airlangga Hartarto
Surya Paloh dan Airlangga Hartarto Dok. DPP NasDem

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah dan para elit politik untuk memperbaiki pola komunikasi. Pasalnya, pola komunikasi yang diperlihatkan saat ini justru kerap membuat gaduh.

"Masalah ini harus menjadi concern para Doktor Ilmu Komunikasi untuk ikut memberikan sumbangan saran dan pemikiran kepada para pemegang kebijakan. Pemerintah dan elit politik harus menghindari kegaduhan publik akibat pesan dan kegagalan membangun komunikasi yang baik," kata LaNyalla dalam siaran pers yang diterima Jitunews.com, Rabu (16/3/20226.

Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, pada masa pandemi Covid-19, pola komunikasi negara untuk menghadapi pandemi dan mengatasi dampaknya, masih memiliki beberapa kelemahan. Terutama dari sisi resiliensi komunikasi.


Negara Tak Boleh Diserahkan ke Politisi yang Hanya Berpikir Kekuasaan

“Saya pernah memberi catatan kritis kepada para pemegang kebijakan terkait pandemi Covid-19. Karena, terdapat perbedaan, bahkan pertentangan dan kesimpangsiuran informasi terkait penanganan pandemi ini," paparnya.

Informasi yang membingungkan public, menurut LaNyalla terjadi akibat perbedaan informasi dan kebijakan antar-Kementerian dan Lembaga.

Bahkan, kata LaNyalla, ada kebijakan yang berubah-ubah dalam hitungan jam. Pagi disampaikan begini, siang menjadi begitu, dan sore berubah lagi.

“Saya tidak mengerti, apakah ini dikarenakan ketidaksiapan para pemegang kebijakan dalam menghadapi pandemi ini atau memang pola komunikasi yang tidak tersiapkan dengan baik di era pandemi," ucap LaNyalla.

Saat masalah ini belum sepenuhnya terselesaikan, elit politik justru membuat kegaduhan lain. Yaitu, isu tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden.

“Lagi-lagi elit politik dan elit kekuasaan yang melemparkan isu ini,” tegas dia.

LaNyalla memaparkan, data yang ia terima dari pembacaan mesin big data menyatakan masyarakat tidak antusias membicarakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

“Tetapi tetap saja sejumlah elit politik melempar isu tersebut. Termasuk seorang ketua partai dengan enteng saja mengatakan; kalau partai politik kompak, Jokowi pasti setuju," kata LaNyalla.

Dijabarkan LaNyalla, di satu sisi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengatakan pemerintah tidak pernah membahas. Tetapi tiba-tiba Menteri Koordinator Investasi dan Maritim mengatakan mayoritas rakyat pemilih partai politik mendukung penundaan pemilu.

“Jadi, meskipun saya belum melakukan penelitian atau membaca penelitian soal kegaduhan publik dalam perspektif komunikasi, saya menduga kegaduhan publik hampir 100 persen sebenarnya disumbang oleh pola dan pesan komunikasi yang dilontarkan elite politik, yang kemudian diresonansi oleh pegiat media sosial atau buzzer-buzzer pendukung elite politik tersebut," papar LaNyalla.

Padahal, katanya, ia telah berulang kali menyampaikan bahwa kegaduhan publik yang sampai berujung kepada polarisasi dan pembelahan yang tajam di masyarakat adalah kerugian besar bagi bangsa dan negara ini.

"Karena itu, sekali lagi, melalui forum ini, saya berharap para Doktor Ilmu Komunikasi, dan Fakultas-Fakultas Komunikasi memberi sumbangan konkret kepada para pemegang kebijakan tentang pola komunikasi dalam perspektif resiliensi. Termasuk melakukan edukasi kepada masyarakat dalam menyikapi pola dan pesan komunikasi yang disampaikan elit politik," pesan LaNyalla.

Minta Wacana Penundaan Pemilu Dihentikan, Fahira: Kuras Energi Bangsa

Halaman: 
Penulis : Khairul Anwar