Penerapan Proses Termal untuk Pangan Darurat
Berikut ulasannya
20 Mei 2019 03:36 WIB

Proses Termal | SuaraJakarta |
Indonesia adalah salah satu negara yang rentan mengalami bencana alam karena kondisi geografisnya. Bencana alam ini dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, bahkan dampak psikologis pada para korbannya.
Dampak utama yang paling terlihat pasca bencana alam adalah kurangnya pemenuhan kebutuhan primer untuk korban bencana alam yaitu kebutuhan akan pangan.
Kebanyakan, produk pangan yang disumbangkan untuk para korban bencana alam adalah mie instan. Hal ini didasarkan akan kepraktisannya dalam kondisi darurat dilapangan. Disisi lain, poduk ini hanya mampu memeenuhi kebutuhan akan karbohidrat saja. Keterbatasan fasilitas dilapangan menjadi kendala tidak memungkinkannya ketersediaan variasi pangan yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi para korban bencana alam.
Terungkap! Orang Baduy Tak Pernah Krisis Pangan Karena Ini!
Selain itu, pemberian pangan darurat seperti ini dirasa belum tepat karena produk-produk pangan tersebut tidak bisa dikonsumsi secara langsung atau perlu adanya pengolahan terlebih dahulu. Pengembangan produk pangan darurat yang dapat memenuhi kebutuhan pangan para korban bencana alam dirasa penting untuk dikembangkan.
Pangan darurat atau emergency food product (EFP) merupakan produk pangan untuk situasi darurat yang dapat dikonsumsi secara langsung dan memenuhi kebutuhan gizi harian (2100 kkal) dengan karakteristik aman dikonsumsi, mudah didistribusikan, dan memiliki kandungan gizi mencukupi kebutuhan harian.
Biskuit dan food bar merupakan contoh bentuk pangan darurat yang telah dikembangkan. Namun, masyarakat Indonesia yang menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya belum bisa menerima produk pangan selain nasi walaupun biskuit dan food bar ini telah mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Karena ketika masyarakat mengkonsumsi produk pangan selain ini, meraka akan berasumsi bahwa produk tersebut hanya camilan. Pengembangan produk pangan yang sesuai dengan budaya dan kebiasaan makan masyarakat Indonesia.
Nasi kaleng sebagai salah satu bentuk pangan darurat berpotensi untuk dikembangkan. Karena sesuai dengan kebiasaan makan masyarakat Indonesia yaitu nasi sebagai makanan pokoknya. Produk ini memiliki keunggulan yaitu terjaminnya keamanan selama proses distribusi karena menerapkan teknologi pengalengan. Teknologi pengalengan merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang melibatkan unit proses termal dan pengemasan, dengan menerapkan teknologi ini dapat menjamin keamanan produk dan memberikan kemudahan dalam penyajian serta produk pangan ini memiliki umur simpan 6 bulan hingga 2 tahun.
Proses termal pada pengolahan pangan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan produk dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen. Salah satunya adalah teknologi pengalengan yang mana metode pengawetan dengan menggunakan pemanasan suhu tinggi. Proses pengawetan disebabkan adanya mikroba pembusuk dan patogen yang terbunuh karena adanya panas. Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses pengalengan. Suhu sterilisasi standar yag digunakan adalah 121,1oC. Pemanasan dalam proses sterilisasi dilakukan pada suhu di atas 100oC guna membunuh spora bakteri.
Ditulis oleh: Putri Novita Savitri
*Tulisan ini adalah 'Suara Kita' kiriman dari pembaca. Jitunews.com tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.
Admin | : | Raka Kisdiyatma |